Home News Market Teknologi Treveling Finance JASA

Soeharto di Malam G30S: Pengakuan Diri dan Versi Kesaksian Soebandrio

aris, 2022-10-01

Ada sejumlah versi terkait yang sebenarnya terjadi pada malam Gerakan 30 September atau peristiwa G30S. Salah satu versi menyatakan bahwa Soeharto merupakan salah satu dalang di balik peristiwa ini.

Soeharto sendiri memberi pernyataan terkait keberadaan dirinya di malam G30S pada sejumlah wartawan internasional dan dalam buku. Salah satunya disampaikan di autobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang ia susun bersama G. Dwipayana dan Ramadhan K.H.

Soeharto menyatakan, pada tanggal 30 September 1965 sekitar pukul 9 malam, dirinya bersama istri berada di RSPAD Gatot Subroto. Ia menuturkan tengah menengok anaknya, Tomy (4), yang dirawat di RS karena tersiram air sup panas.

"Kira-kira pukul sepuluh malam saya sempat menyaksikan Kolonel Latief berjalan di depan zaal tempat Tomy dirawat," tulis Soeharto dalam bab Mengatasi "G.30.S/PKI"

Kolonel Latief yang dimaksud adalah Kolonel Abdul Latief, tentara yang menjadi saksi peristiwa G30S. Latief kelak dituduh terlibat dalam peristiwa G30S, ditangkap pada 2 Oktober 1965. Ia dipenjara pada 11 Oktober 1965, lalu dibebaskan pada 25 Maret 1999 setelah Soeharto lengser dari kursi Presiden.

Soeharto menuturkan, sekitar pukul 00.15 tengah malam ia lalu disuruh istri untuk cepat pulang ke rumah di Jalan Haji Agus Salim karena teringat Mamik, anak bungsunya yang baru berusia satu tahun. Ia pun meninggalkan Tomy, sementara istrinya tetap menunggui di rumah sakit.

Ia lalu berbaring dan bisa cepat tidur di rumah. Namun, tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 04.30, ia kedatangan Cameraman TVRI Hamid.

Soeharto mencatat, Hamid memberi memberi tahu bahwa terdengar tembakan di beberapa tempat. Soeharto mengaku belum berpikir panjang saat itu. Namun selang 30 menit, tetangganya, Mashuri, memberi tahu bahwa ia juga mendengar tembakan di beberapa tempat.

"Setengah jam kemudian datanglah Broto Kusmardjo, menyampaikan kabar yang mengagetkan, mengenai penculikan atas beberapa Pati Angkatan Darat," tulis Soeharto. Ia pun bersiap dengan pakaian lapangan.

Soeharto menambahkan, pukul 06.00 pagi, Letkol Sadjiman, atas perintah Pak Umar Wirahadikusumah (Panglima Kodan V/Djayakarta ke-1) melaporkan, bahwa di sekitar Monas dan Istana banyak pasukan yang tidak dikenalnya.

"Kepada Letkol Sadjiman saya sempat berkata bahwa saya sudah mendengar tentang adanya penculikan terhadap Pak Nasution dan Jenderal A. Yani serta Pati AD lainnya," kata Soeharto.

Saat itu, Soeharto menjabat Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) berpangkat mayor jenderal.

Ia pun menyahuti Sadjiman, "Segera kembali sajalah, dan laporkan pada Pak Umar, saya akan cepat datang di Kostrad dan untuk sementara mengambil pimpinan Komando Angkatan Darat."

Soeharto di Malam G30S: Kesaksian Soebandrio
Setelah peristiwa G30S, mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia dr. H. Soebandrio divonis hukuman mati oleh Mahkamah Militer Luar Biasa dengan dakwaan terlibat gerakan tersebut. Vonis sosok yang dianggap pendukung Soekarno ini lalu dikurangi jadi hukuman penjara seumur hidup, kemudian dibebaskan pada 1995 karena alasan kesehatan.

Sebelum meninggal pada 2004, Soebandrio menuliskan kesaksiannya terkait keberadaan Soeharto dan ucapannya dalam Kesaksianku tentang G30S.

Berdasarkan cerita Latief pada Soebandrio saat sama-sama dipenjara, Latief bertemu dengan Soeharto tepat tanggal 30 September 1965.

Malam itu, pukul 23.00 WIB di RSPAD Gatot Subroto, Soeharto menunggu anaknya, Hutomo Mandala Putera atau Tomy Soeharto, yang ketumpahan sup panas dan dirawat di sana.

Latief lalu menemui Soeharto untuk melaporkan bahwa akan ada penculikan para jenderal pada pukul 04.00 WIB, sekitar 5 jam dari waktu ia melapor. Menurut Latief, Soeharto saat itu tidak menanggapi.

Soebandrio menulis, sebenarnya yang akan melapor pada Soeharto saat itu ada tiga orang, yakni Latief, Brigjen Soepardjo, dan Letkol Untung. Sebelum menghadap Soeharto, Latief bertemu dengan Soepardjo dan Untung.

"Soepardjo dan Untung datang ke rumah saya malam itu (30 September 1965) pada pukul 21.00 WIB. Soepardjo sedang ada urusan, sedangkan Untung kurang berani bicara pada Soeharto," kata Latief seperti dikutip Soebandrio.

"Soepardjo lantas mengatakan pada saya, 'Sudahlah Tif (Latief), kamu saja yang menghadap. Katakan pada Pak Harto, kami sedang ada urusan," imbuhnya.

Sebelum peristiwa G30S meletus, Latief dan Soeharto pernah mengadakan pertemuan penting. Latief melapor isu soal Dewan Jenderal yang ternyata sudah diketahui oleh Soeharto.

Pada waktu yang sama, Letkol Untung juga menemui Soeharto soal Dewan Jenderal yang akan melakukan kup. Berbeda dengan Latief, Untung sebagai salah satu komandan Pasukan Kawal Istana Cakra Bhirawa menambahkan, ia memiliki rencana mendahului gerakan Dewan Jenderal dengan menangkap mereka lebih dahulu.

"Apa jawab Soeharto? Bagus kalau kamu punya rencana begitu. Sikat saja, jangan ragu-ragu, kata Soeharto," tulis Soebandrio merekam cerita yang didapatnya.

Bahkan, menurut catatan Soebandrio, Soeharto menawarkan bantuan pasukan pada Untung yang diterimanya dengan senang hati. Pasukan tersebut benar-benar dikirim beberapa hari sebelum 1 Oktober 1965 yang terdiri dari batalyon pasukan asal Semarang, Surabaya, dan Bandung. Meski pada akhirnya, Soeharto mengelak bahwa pasukan tersebut didatangkan untuk persiapan Hari ABRI 5 Oktober.

Pertemuan kedua yakni, 2 hari sebelum 1 Oktober 1965, Latief menemui Soeharto di kediaman Soeharto di Jalan H. Agus Salim. Ia melaporkan lagi kepada Soeharto bahwa Dewan Jenderal akan melakukan kudeta pada Presiden dan Dewan Jenderal akan diculik oleh pasukan Cakrabirawa.

"Apa reaksi Soeharto? Dia tidak bereaksi. Tapi karena saat itu ada tamu lain di rumah Pak Harto, maka kami beralih pembicaraan ke soal lain, soal rumah," catat Soebandrio mengutip perkataan Latief.


Sumber : news.detik


FO4ARI

I have a blog to share knowledge with you and the latest news


Nature


Didukung Oleh Investing.com

Widget Ringkasan Teknikal Didukung oleh Investing.com Indonesia